S
|
uku bangsa Dayak terdiri dari berbagai macam sub-suku
bangsa yang hakekatnya berasal dari rumpun yang sama. Keadaan geografis dan
proses penyesuaian alam, menjadi penyebab tercerai-berainya menjadi ratusan sub
suku bangsa Dayak. Sejatinya menurut asal usul, suku bangsa Dayak berasal dari
daratan Asia yang bermigrasi secara besar-besaran sekitar tahun 3.000-1.500 SM.
Para imigran tersebut berasal dari Propinsi Yunan, Cina Selatan. Mereka
mengembara ke Tumasik (Singapura) dan Semanjung Melayu dan akhirnya di Borneo
(Kalimantan), Indonesia. Sebagian imigran lain memilih “pintu masuk” melalui
Hainan, Taiwan, dan Filipina. Pada “gelombang pertama” imigran yang masuk ke
Kalimantan adalah kelompok Negrid dan Weddid, atau lazim disebut Proto Melayu.
Sedang “gelombang kedua” disebut Deutro Melayu. Kelompok ini menghuni wilayah
pantai Kalimantan dan kini dikenal sebagai Suku Melayu (Widjono, 1998: 2-3).
Ketika sampai di Kalimantan, awalnya
imigran “gelombang pertama” mendiami daerah pantai. Tapi kedatangan “gelombang
kedua” membuat mereka terdesak sampai ke pedalaman sehingga menghuni daerah
sekitar hulu sungai. Dari sinilah timbul ungkapan untuk menyebut orang-orang
yang tinggal di hulu sungai. Mereka mendapat sebutan “orang hulu” yang kemudian
disebut “Dayak” (Umberan, dkk., 1993: 32).
Terdapat beragam penjelasan etimologi
istilah “Dayak”. Menurut Lindblad, kata “Dayak” berasal dari kata “daya” dari
bahasa Dayak Kenyah, yang berarti hulu (sungai) atau pedalaman (J. Thomas
Lindblad, “Between Dayak and Dutch: The Economic History of Southeast
Kalimantan 1880-1942, 1988). Sedang King menduga istilah “Dayak” berasal dari
kata “aja”, dari Bahasa
Melayu yang
berarti asli atau pribumi (Victor T. King, “The People of Borneo”, 1993). Pada
perkembanganya, istilah “Dayak” digunakan untuk menyebut “orang-orang asli
non-muslim, non-Melayu yang tinggal di pedalaman Kalimantan” (Victor T. King,
1993: 29).
Terdesaknya suku bangsa Dayak ke
pedalaman Kalimantan menjadi pemicu tercerai berainya menjadi berbagai macam
sub suku bangsa Dayak. Beberapa versi kemudian muncul untuk mengelompokkan suku
bangsa Dayak. Beberapa versi tersebut, antara lain, versi pertama dikemukakan
H.J. Malinckrodt berdasarkan kesamaan hukum adat, mengelompokkan dalam enam
rumpun suku yang dinamakan Stammenras. Pengelompokkan itu adalah: Stammenras
Kenyah-Kayan-Bahau; Stammenras Ot Danum, meliputi Ot Danum, Ngaju,
Maayan, Dusun, dan Luangan; Stammenras Iban; Stammenras Murut; Stammenras
Klemantan; dan Stammenras Punan: Basap, Punan, Ot, dan Bukat (J.
Mallinckrodt, “Adatrech van Borneo, 1928 dalam Widjono, 1998).
Versi kedua dari W. Stohr yang bertolak
dari segi ritus kematian, mengelompokkan suku bangsa Dayak ke dalam 6 kelompok:
Kenyah-Kayan-Bahau; Ot Danum, yang terbagi menjadi Ot Danum-Ngaju,
Maayan-Lawangan; Iban; Murut, meliputi Dusun-Murut-Kelabit; Klemantan, meliputi
Klemantan, dan Dayak Barat; Punan. (W. Stohr, “Das Totenritual der Dajak, 1959).
Versi ketiga dari Tjilik Riwut yang
membuat pembagian sub suku bangsa Dayak menjadi 18 sub suku yang terbagi lagi
menjadi 403-450 sub suku bangsa yang lebih kecil. Pengelompokan tersebut
adalah:
1.
Kelompok
Ngaju terbagi atas 4 sub suku besar: a. Ngaju: terdiri dari 53 sub suku kecil;
b. Maayan: terdiri dari 8 sub suku kecil; c. Lawangan: terdiri dari 21 sub suku
kecil; d. Dusun: terdiri dari 8 sub suku kecil
2.
Kelompok
Apau Kayan terbagi atas 3 sub suku besar: a. Kenyah: terdiri dari 24 sub suku
kecil; b. Kayan: terdiri dari 10 sub suku kecil; c. Bahau: terdiri dari 26 sub
suku kecil
3.
Kelompok
Iban terdiri dari 11 sub suku kecil
4.
Kelompok
Klemantan terbagi atas 2 sub suku besar: a. Klemantan: terdiri dari 47 sub suku
kecil; b. Ketungau: terdiri dari 39 sub suku kecil
5.
Kelompok
Murut terbagi atas 3 sub suku besar: a. Idaan (Dusun): terdiri dari 6 sub suku
kecil; b. Tindung: terdiri dari 10 sub suku kecil; c. Murut: terdiri dari 28
sub suku kecil
6.
Kelompok
Punan terbagi atas 3 suku besar: a. Basap: terdiri dari 20 sub suku kecil; b.
Punan: terdiri dari 24 sub suku kecil; c. At: terdiri dari 5 sub suku kecil
7.
Kelompok
Ot Danum terdiri dari 61 sub suku kecil (Tjlik Riwut, 1956).
Berdasarkan pengelompokan itu, terdapat
versi yang seragam atas pengelompokan dari sub suku bangsa Dayak Kenyah, yang
dikelompokkan menjadi satu rumpun dengan Kenyah-Kayan-Bahau. Dari pengelompokan
ini bisa disimpulkan, kelompok Kenyah-Kayan-Bahau mempunyai kesamaan di bidang
hukum adat maupun ritus kematian.
2. Migrasi dan Mitos Asal-usul Dayak Kenyah
Sub suku bangsa Dayak Kenyah adalah
salah satu sub suku bangsa Dayak yang mendiami wilayah Kalimantan Timur. Ditilik dari asal usulnya, Dayak
Kenyah berasal dari daerah Baram, Serawak. Dari wilayah tersebut Dayak Kenyah
memasuki Kabupaten
Malinau di
Kalimantan Timur. Ketika masuk ke Kalimantan Timur, kelompok migrasi ini
terpecah menjadi dua bagian, sebagian menuju daerah Apau Kayan yang sebelumnya
telah ditempati Dayak Kayan, sedang sebagian lainnya menuju daerah Bahau.
Pergerakan Dayak Kenyah menuju hilir
akhirnya tiba di daerah Mahakam (Batu Majang, Rukun Damai dan Datah Bilang),
juga di Pampang, Samarinda, Lung Anai dan Barambai di Kabupaten Kutai
Kartanegara. Sebagian lainnya bergerak menuju wilayah sungai Ancalong, Muara
Bengkal dan Muara Wahau di Kabupaten Kutai Timur dan sebagian lainnya bergerak
ke hilir menuju Tanjung Palas dan Malinau. Di berbagai tempat inilah, Dayak
Kenyah semakin menampakkan identitas yang tertuang dalam adat dan budaya. Ragam
seni hias dari Dayak Kenyah bahkan banyak dipakai pada bangunan-bangunan di
Kalimantan Timur. Bukan saja terdiri dari seni ukir semata, tetapi tarian dan
juga cara hidup (Suku Kenyah, tersedia di http://id.wikipedia.org/wiki/suku_kenyah).
Secara mitos dan legenda, muncul pula
tutur riwayat asal usul dari Dayak Kenyah. Leluhur Dayak Kenyah dituturkan
berasal dari saudagar keturunan Cina bernama Haka. Diceritakan sang saudagar
itu suatu waktu berniaga di Borneo. Dalam perniagaan itu, Haka singgah di
sebuah gua untuk beristirahat. Ternyata di dalam gua dihuni pula oleh seekor
naga yang mempunyai batu permata di kepala.
Haka sangat menginginkan memiliki batu
permata tersebut, tapi tak kuasa melawan sang naga yang sanggup mengeluarkan
api dari mulutnya. Niat untuk mengambil batu permata diurungkan dan pulanglah
Haka ke Cina untuk meminta bala bantuan dari sang Raja. Dan Raja pun setuju
dengan permintaan Haka. Akhirnya dikirimlah pasukan dari Cina bersama Haka
untuk merebut permata yang menghias kepala sang naga. Permata itu berhasil direbut
pasukan Cina bersama Haka ketika sang naga dalam kondisi tertidur. Tetapi
sayang, dalam situasi terakhir ketika kapal pasukan Cina akan bertolak kembali
ke Negeri Cina, sang naga terbangun dan mengejar pasukan Cina. Malang bagi
Haka, dia tertinggal di belakang perahu yang telah angkat sauh kembali ke
Negeri Cina bersama permata.
Akhirnya Haka dan sebagian prajurit yang
masih tertinggal beringsut masuk ke pedalaman hutan, menyusuri sungai dan
sampai ke sebuah perkampungan. Di sini Haka dan para prajurit berbaur dan
beradaptasi dengan masyarakat sekitar hingga berkeluarga. Dari situlah asal
mula penduduk Pulau Borneo memiliki ras dari Negeri Cina. Setelah sekian tahun
perkembangan penduduk semakin pesat, Haka membawa sebagian penduduk pindah ke
daerah lain. Tempat tersebut bernama Apau Ahe. Di sini masyarakat Haka terus
berkembang pesat dan diyakini sebagai leluhur Dayak Kenyah.
Mitos memang menjadi bagian yang tidak
terpisahkan di kehidupan Dayak Kenyah dan sub Suku Dayak lainnya. Mitos yang
salah satunya melembaga lewat paham animisme memang menjadi ciri kepercayaan
supranatural, ritual-ritual, dan praktisi supranatural. Conley misalnya,
menulis “agama bagi semua orang Kenyah sebelum agama Kristen datang disebut Adet
Tepun, di mana tepun berarti nenek moyang”. Menurut Conley, Dayak
Kenyah percaya pada tiga jenis roh (bali), yaitu roh baik, jahat, dan
yang tidak dapat diduga.
Suku Dayak Kenyah sejatinya bermula dari
daerah Baram, Serawak yang bermigrasi ke wilayah Kalimantan
Utara dan terpecah menjadi dua bagian, sebagian menuju Apau Kayan yang
sebelumnya telah ditempati Dayak Kayan, sedang sebagian lainnya menuju sungai
Bahau. Suku Dayak Kenyah terdiri dari beberapa
subsuku diantaranya Lepoq Tepu, Lepoq Badeng, Lepoq Bakung, Lepoq Bem, Lepoq Jalan, Lepoq Ke, Lepoq
Kudaq, Lepoq Kulit, Lepoq Maut, Lepoq Tau, Lepoq Tao', Umaq Timei, Uma
Jalan, Umaq Alim, Umaq Baka, Umaq Bakung, Umaq Lasan, Umaq Lung, Umaq Tukung.
Pergerakan migrasi Dayak Kenyah akhirnya
tiba di wilayah Mahakam Ulu, Kutai Kartanegara, Kota Samarinda, Kutai Timur,
Berau, Bulungan dan Malinau. Pemukiman suku
Dayak Kenyah di Kabupaten Mahakam Ulu berada di kampung Batu Majang, Rukun
Damai, Datah Bilang Ulu dan Datah Bilang Ilir, sedangkan di Kabupaten Kutai
Kartanegara berada di Bila Talang, Buluk Sen, Long Lalang, Ritan Baru, Tukung
Ritan, Umaq Bekuai, Umaq Dian, Umaq Tukung, Lekaq Kidau, Long Anai
dan Berambai. Sedangkan di Kota Samarinda mereka bermukim di Pampang.
Pemukiman Dayak Kenyah di Kabupaten Kutai Timur berada di
wilayah Kecamatan Batu Ampar,
Busang, Kongbeng, Long Masengat, Muara Ancalong, Muara Bengkal, Muara Wahau
dan Telen. Sedangkan di Kabupaten Berau di Kecamatan Kelay. Segah
dan Sambaliung, sedangkan di Kabupaten Malinau berada di Kecamatan Sungai Boh,
Pujungan, Bahau Hulu, Kayan Hulu, Kayan Hilir dan Kayan Selatan, adapun di
Kabupaten Bulungan berada di Kecamatan Peso,
Peso Ilir, Sekatak, Tanjung Palas dan Tanjung Palas Barat.
Menurut tutur lisan leluhur Dayak Kenyah
berasal dari migran keturunan Cina bernama Haka. Diceritakan Haka berniaga di
Borneo, dan suatu waktu ia singgah di sebuah goa untuk beristirahat. Ternyata
di dalam goa dihuni seekor naga yang mempunyai batu permata di kepala. Haka
sangat ingin memiliki batu permata itu, tapi tak kuasa melawan naga yang
sanggup mengeluarkan api dari mulutnya. Niat untuk mengambil batu permata
diurungkan dan pulanglah Haka ke Cina meminta bantuan dari Kerajaan. Maka
kemudian dikirimlah pasukan dari Cina untuk merebut permata di kepala naga.
Permata itu berhasil direbut ketika naga sedang tertidur, namun dalam situasi
terakhir ketika kapal pasukan Cina akan kembali ke Negeri Cina, sang naga
terbangun dan mengejar pasukan Cina. Malang bagi Haka, dia tertinggal karena
kapal telah angkat sauh kembali ke Negeri Cina.
Akhirnya Haka dan sebagian prajurit yang
masih tertinggal masuk ke wilayah pedalaman, menyusuri sungai dan tiba di
perkampungan kemudian mereka berbaur dengan masyarakat hingga beranak-pinak.
Setelah sekian tahun kemudian Haka membawa sebagian masyarakat pindah ke Apau
Ahe dan perkampungan itu berkembang pesat dan diyakini sebagai cikal bakal
leluhur Dayak Kenyah.
Sumber Rujukan
Widjono, Roedy Haryo. Masyarakat Dayak Menatap Hari
Esok, Jakarta: P.T. Grasindo. 1998.
Umberan, Musni, dkk. Sejarah Kebudayaan Kalimantan,
Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. 1993.
Maunati, Yekti. Identitas Dayak: Komodifikasi dan
Politik Kebudayaan, Yogyakarta: LKIS, 2004
http://melayuonline.com/ind/culture/dig/2341/bungan-malan-peselung-luan-tuhan-bagi-dayak-kenyah-di-kalimantan-timur
Catatan Anak Uma': Lorensius Amon